LABUAN BAJO | Insideflores.id |
Rabu (7/10/2022) pagi Wita, umat Katolik dikejutkan dengan berita duka, P. Erwin Schmutz, SVD meninggal dunia di rumah Jompo SVD di Sydney, Australia.

Siapa Pater Erwin Schmutz ?

Dilansir dari Society of the Divine Word Australia Province, Pater Erwin Schmutz SVD (imam, misionaris, medis dan ahli botani), lahir di Ingolstadt, di Sungai Donau di Bavaria, Jerman.

Kurang lebih 30 tahun bekerja sebagai misionaris di Indonesia, tepatnya di Paroki Nunang, tepi danau Sano Nggoang, Flores Barat, kemudian beberapa tahun sebagai kapelan Angkatan Udara Jerman, sebelum tiba di Provinsi SVD Australia di mana dia menjadi kapelan di komunitas Jerman Adelaide selama bertahun-tahun.

BACA JUGA: Senandung Duka Istri Korban Penganiayaan Minta Keadilan

Dipaksa menjadi tentara Jerman pada usianya yang ke-13 tahun untuk mempertahankan kota kelahirannya selama Perang Dunia II. Dia mengatakan dia melihat banyak hal di minggu-minggu terakhir perang yang tetap menjadi luka yang tak terhapuskan dalam ingatannya. Salah satu dari kedua saudara laki-lakinya terbunuh sebagai tentara dua hari setelah penyerahan resmi pada tahun 1945.

Selama masih SMP, Erwin mengembangkan kecintaan pada bunga dan botani dan memiliki keterampilan yang hebat dalam menggambar tanaman. Setelah tamat SMP, dia belajar kimia untuk sementara waktu, tetapi dia segera bergabung dengan Misionaris Sabda Sabda Allah (SVD) setelah pertama kali menemukan SVD di kota asalnya, di mana mereka memiliki sebuah rumah. Dia masuk di seminari St Augustinus di Jerman dan mengikrarkan kaul pertamanya pada bulan Mei 1958.

“Penugasan pertama saya adalah ke Anthropos Institute (lembaga misi yang berdekatan dengan seminari St Augustinus), tetapi pertama-tama mereka mengirim saya ke Indonesia, tepatnya di Manggarai, Flores, untuk sementara waktu,” katanya. “Saya akhirnya tinggal di sana selama 30 tahun.. .”

Selama bertahun-tahun di Indonesia, Pater Erwin hidup menyendiri di salah satu desa, yaitu Nunang, di mana kuda adalah satu-satunya alat transportasi dan dia membutuhkan waktu sebulan untuk bisa mengelilingi semua kapela di luar posnya.

Dengan pengetahuannya tentang sains dan kimia dan telah melayani sebagai mantri  selama masa novisiat di Jerman dan sampai menjadi imam, Pater Erwin telah mengembangkan minat pada hal-hal medis, yang segera ia praktikkan di Indonesia.

“Orang-orang akan datang kepada saya untuk meminta bantuan medis,” katanya. “Jadi saya melakukan apa yang saya bisa.”

BACA JUGA: Pelaku Tawuran yang Menewaskan Seorang Pemuda di Labuan Bajo Akhirnya Ditangkap

‘Melakukan apa yang dia bisa’ sering kali itu termasuk melakukan operasi bedah yang sulit dengan peralatan medis yang sangat terbatas. Karyanya itu diakui oleh Palang Merah Internasional, yang memberinya mandat untuk melakukan prosedur tersebut.

“Suatu kali, saya melakukan operasi pada seorang polisi dengan peluru di otaknya,” katanya.

“Peluru itu mengenai satu sisi kepalanya dan bersarang di otaknya. Saya harus menghapusnya hanya dengan anestesi lokal, tapi dia baik-baik saja, itu sudah cukup. Setelah itu para dokter melihat apa yang saya lakukan dan mengatakan itu luar biasa. Saya sendiri tidak bisa mempercayainya.” katanya.

Upaya bedah Pater Erwin kemudian secara resmi diakui oleh otoritas kesehatan Kupang. Dia juga membantu banyak wanita hamil yang sulit untuk melahirkan bayi yang sehat. Seolah menjadi imam dan tenaga medis di pelosok Indonesia tidak cukup membuatnya sibuk, Pater Erwin mengejar kecintaannya pada sains dan botani di lingkungan barunya.

“Saya beruntung, saya tidak perlu banyak tidur, jadi saya bisa melakukan semua ini,” katanya.
“Saya bisa bertahan hidup dengan tidur dua jam semalam. Kadang-kadang saya bekerja sampai larut malam, mengumpulkan nyamuk, lalu mengirimkannya  ke universitas.”

BACA JUGA: Kemenparekraf: Program Pendukung pengembangan SDM Dunia Pariwisata Sangat Dibutuhkan

Pater Erwin telah mengembangkan hubungan yang baik dengan Universitas Leiden di Belanda, di mana ia mengirimkan semua penemuannya. Tak terhitung banyaknya tanaman yang belum disebutkan namanya, dinamai menurut namanya, termasuk pohon raksasa. Dia juga menikmati geologi dan mengetahui semua batu yang dia temukan serta sejarah geologinya.

Sebagai seorang imam, Pater Erwin mengkhususkan diri dalam studi Alkitab dan memberikan kursus Alkitab di seluruh Indonesia dan Afrika, memberikan kontribusi besar bagi pembentukan katekis di Flores.

Kecelakaan buruk dengan seekor kuda saat berada di Indonesia melukai punggung Pater Erwin – cedera yang akan kembali menimpanya di masa tuanya-yang berarti dia sekarang harus menggunakan kursi roda untuk berkeliling.

Ketika dia tidak diizinkan kembali ke Indonesia sebagai misionaris, Pastor Erwin menawarkan diri untuk menjadi pendeta Luftwaffe Jerman, sebuah pengalaman yang dia sukai.

“Itu adalah waktu yang sangat bahagia,” katanya. “Dan terkadang saya harus naik jet tempur cepat – wussssss!”

Setelah kebetulan bertemu dengan Pastor Frank Gerry SVD dari Provinsi Australia, Pastor Erwin menerima tugas untuk menjadi kapelan bagi umat Katolik berbahasa Jerman di Adelaide.
“Itu juga waktu yang baik,” katanya. “Orang-orangnya sangat baik.”

Ketika ditanya, apa bedanya menjadi kapelan dengan waktu dia selama tugas di Indonesia; dia berkata: “Tidak terlalu banyak. Semuanya sama, sebenarnya. Berada di sana untuk melayani orang-orang”.

Pada usianya yg ke-85, ia tinggal dalam masa pensiun di panti jompo Marsfield SVD bersama para konfrater senior lainnya.

Saat dia melihat ke belakang selama 60 tahun sebagai Misionaris SVD, Pastor Erwin mengatakan bahwa kasih orang-orang merupakan apa yang menonjol dalam hati dan pikirannya.

“Aku menyukainya,” katanya. “Saya senang menjadi misionaris dan saya ingat semua orang yang sangat baik di tempat saya bekerja, orang gunung. Mereka sangat berani dan sangat membantu saya.
“Sebagai misionaris Anda mengasihi orang-orang yang bersama denganmu. Itu saja. Itu saja.”

Sumber lain, Flora Malesiana ser. 1, 8: Cyclopaedia of collector, Tambahan II) B orn : 1932, Ingolstadt / Donau, Jerman, membentang karir missionaris Pater Erwin Schmutz di Indonesia.

Pada awalnya seorang apoteker, belajar teologi dari tahun 1956-1962, dan berangkat ke Indonesia sebagai Steyler Missionary di Flores (Kepulauan Sunda Kecil) pada tahun 1963.

Lokasi yang dituju

Orang-orang Flores, diantaranya Pater Erwin hidup dan melayani selama 30 tahun. Sumber foto/Society of the Divine Word Australia Province.

Sejak 1964 dan seterusnya di West Manggarai, Flores.- 1968 . Perjalanan ke Timor (Juni-Agustus): Atapupu (14 Juni), Atambua, Atapupu (16) (Kolo Guerita), Mota Buik (sungai antara Atambua dan Nenuk Lalina), Lahurus (20), pendakian ke Laka’an ( 1585 m; 21) dan turun di lereng W.: Mota Oé (sungai; 25); Lalian Nenuk dan Mota Telau (25), Kefamenanu (28), Tua Mésé, arah Mutis ke Oeolo (700 m; 30); naik G. Mutis (3-4 Juli; 2427 m); Soé (10; 1200 m) dan Nikiniki (12.750 m); dari Soé ke Kupang (14); ke Roté (17-20); kembali ke Kupang (tinggal 27 Agustus – 2); ke Maumere dengan pesawat (4 Agustus); Centr. Flores (8-30 Agustus), mengunjungi Lomblem (= Lomblen) (13); kembali di West Flores (31 Agustus).

Pohon raksasa Sympetalandra schmutzii, diambil dari nama Pater Erwin yang menemukannya sebagai spesies baru selama berada di Indonesia. Sumber foto/Society of the Divine Word Australia Province.

Koleksi

Herbarium pribadi; awalnya hanya pakis (1964 : nos 01-0116 ; 1965 : nos F1-F143), kemudian phanerogams dan lumut juga (1965-67 : nos 1-1588). Semua spesimen setidaknya dengan satu duplikat yang ditujukan untuk Leiden Herb. [ L ] (Pres. 1970). Beberapa jumlahnya masih kurang. Spesimen Garcinia dikirim ke Dr. K Ostermans di Bogor (Indonesia). Pada 1974: 3200 nos. *(Diolah dari berbagai sumber). *(Robert Perkasa)