INSIDE FLORES | LABUAN BAJO —Warga Golo Mori, Desa Golo Mori, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT dilanda krisis air minum bersih. Desa yang menjadi lokasi sentral Kawasan Ekonomi Khusus itu, warganya hingga kini masih menggunakan air kali untuk dikonsumsi.
“Kami disini mengalami krisis air minum bersih. Kami terpaksa mengkonsumsi air kali Wae Nggoer yang sudah tercemar oleh proses galian pasir yang dilakukan oleh beberapa perusahaan,” kata Mustajip Tua Adat di Golo Mori saat diwawancara di rumahnya pada selasa, (28/3/2023) lalu.
Desa Golo Mori merupakan desa yang menjadi tuan rumah ASEAN Summit di Labuan Bajo Mei 2023 mendatang.
Diselenggarakannya ASEAN Summit di Labuan Bajo tidak terlepas dari pengaruh Golo Mori sebagai elemen penting dalam vannue ASEAN Summit.
Namun, keadaan itu bertolak belakang dengan nama besarnya sebagai lokasi KEK dan tempat ASEAN Summit, warga Golo Mori masih mengkonsumsi air kali.
Perusahaan Janji Pengadaan Air Minum Bersih
Mustajip mengaku, warga setempat konsumsi air yang sudah tercemar karena proses galian C yang dilakukan oleh beberapa perusahaan swasta yang diduga tidak mengantongi izin.
Ia menyebutkan salah satu perusahaan yang pernah beroperasi di sana pernah menjanjikan kepada warga untuk pengadaan air minum bersih. Namun, hal itu tidak trealisasi.
“Salah satu perusahaan yang beroperasi di kali Wae Nggoer yaitu PT. BRL saat awal-awal mereka datang, mereka menjanjikan pengadaan air minum bersih. Namun, hingga hari ini tidak ada realisasi,” ungkapnya.
Mustajip berharap perhatian pemerintah daerah setempat untuk memperhatikan kondisi warga di Golo Mori.
“Kita berharap, pemerintah memperhatikan kondisi warga Golo Mori yang dilanda krisis air minum bersih,” harap Mustajip.
Diduga Tidak Mengantongi Izin
“Datang tak diundang pulang tak pamit”. Itulah kalimat yang diutarakan Tua Adat Golo Mori dalam menggambarkan sikap PT. BRL yang telah mengecewakan warga.
Perseroan Terbatas (PT) Bunga Raya Lestari (BRL) sebelumnya beroperasi di Kali Wae Nggoer, Desa Golo Mori, diduga beroperasi tidak mengantongi izin.
Selain tidak mengantongi izin, perseroan itu juga pulang tanpa pamit.
“PT. BRL itu beroperasi tidak mengantongi izin dan lebih sadisnya waktu selesai proses galian, mereka pulang tanpa pamit,” kata Mustajip.
“Waktu awal-awal mereka (PT. BRL) datang (sebelum beroperasi) melalui budaya. Mereka dekati saya sebagai tua golo (Tua Adat/Wilyah adat) tapi setelah mereka keruk habis sumber daya alam kali Wae Nggoer, mereka pulang tanpa pamit,” tambahnya.
Ia dan juga warga lainnya kecewa dengan sikap perusahaan tersebut yang sudah tidak menghargai mereka.
“Mereka pulang tanpa pamit. Itu yang kami kecewa dari PT. BRL. Padahal saat ada masalah di lokasi, saya yang urus. Waktu warga yang pagar lahannya, saya yang urus. Saya naik turun, keluar masuk rumah 27 kepala keluarga di sini. Tidak salah kalau warga di sini curiga, kalau saya terima sesuatu dari PT. BRL. Padahal nyatanya tidak ada. Bahkan saya beberapa kali didatangi dan dipanggil oleh pihak keamanan karena ada warga yang menolak kehadiran PT. BRL, ” tutur Mustajip.
Warga Rindu Kehadiran Air Minum Bersih
Mustajip juga menyentil bahwa dalam proses awal penggalian, antara Pihak PT. BRL dan warga telah menyepakati empat poin yang harus dipenuhi oleh PT. BRL.
Empat poin itu adalah pengadaan air minum bersih di Nggoer, Parit, Pembangunan Rumah Ibadah (Masjid dan Kapela) dan Normalisasi Kali Wae Nggoer.
Namun, kata Mustajip PT. BRL hanya memberikan uang senilai Rp. 70. 000. 000. 00 (Tujuh Puluh Juta Rupiah) untuk pembangunan dua rumah ibadah yaitu Rp. 35. 000. 000. 00.( Tiga Puluh lima Juta) untuk pembangunan masjid dana Rp. 35. 000. 000. 00 untuk pembangunan Kapela.
Sedangkan parit tidak dilanjutkan karena warga tidak memberikan lahan untuk tempat pembuangan akhir.
Selain itu, normalisasi kali Wae Nggoer yang telah disepakati sejak awal antara perusahaan dan warga tidak maksimal.
Hingga kini tidak dilakukan sama sekali adalah pengadaan air minum bersih.
Mustajip meminta Kapolda NTT untuk turun tangan usut perusahaan tersebut.
“Kami minta Polda NTT turun tangan untuk usut PT. BRL yang beroperasi tanpa izin. Dan telah menipu kami warga Nggoer,” pinta Tua Golo Mori itu.
Ia berharap Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat tidak menutup mata atas penderitaan yang dialami warga Nggoer yang sejak lama tidak mengkonsumsi air minum bersih.
“Kami adalah warga yang paling derita di Kabupaten Manggarai Barat ini, di satu sisi, kami adalah tuan rumah Kawasan Ekonomi Khusus, di satu sisi kami dipinggirkan oleh pemerintah. Kami berharap Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat penuhi kebutuhan air bersih masyarakat Nggoer,” katanya.
Pergi Tanpa Pamit ke Pemdes Setempat
Selain Tua Adat, hal senada juga disampaikan Sekretaris Desa (Sekdes) Golo Mori, Abdul Arsat.
Abdul mengatakan PT. BRL tidak memberitahui mereka setelah proses penggalian selesai.
“Mereka tidak memberitahu kami (Pemdes) saat proses galian selesai,” kata Abdul.