LABUAN BAJO | Insideflores.id |
Satuan Polisi Pamong Praja (Pol PP) Kabupaten Manggarai Barat, NTT memerintahkan pihak PT Bunga Raya Lestari (BRL) agar menghentikan semua aktivasi produksi material beton yang akan disuplai ke Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) selaku pengembang kawasan Tana Mori, Labuan Bajo, Kamis (19/1/2023).
Penghentian tersebut lantaran pihak PT Bunga Raya Lestari (BRL) yang bekerjasama dengan PT Nindya Lestari, tidak menunjukan dokumen berupa surat ijin operasional aktivitas produksi material atau batching plant yang berlokasi di Desa Golo Mori tersebut.
“Untuk itu, saya perintahkan agar sementara waktu aktivitas disini dihentikan dulu, sampai semua dokumen bisa dilengkapi,” ucap Stefanus Salut selaku Kasat Pol PP kabupaten Mabar didampingi Andreas Kantus Kepala Seksi Minerba Geologi dan Air Tanah Cabdin ESDM Wilayah 3 Kabupaten Manggarai raya saat berada di lokasi (18/1/2023).
Adu argumen antara Satuan Pol PP Mabar dan Deputi Manajer BRL-Nindya Karya, KSO sempat terjadi di kantor yang berlokasi di kawasan KEK ya g dibangun ITDC.
Ria Restu selaku Deputi Manajer kerja sama operasi (KSO) BRL dan Nindy Karya, tak menunjukkan dokumen perijinan batching plant dan sumber material yang diproduksi saat ditanyai kasat Pol PP.
Terkait kelengkapan dokumen ijin, Deputi Manajer kerja sama operasi (KSO) BRL dan Nindy Karya, Ria Restu berdalil bahwa batching plant tersebut adalah salah satu bagian equipment atau peralatan untuk menyuplai proyek kawasan wisata tanah Mori saja.
“Baching plant ini ada hanya untuk pengerjaan proyek Kawasan Wisata Tanah Mori saja, dan tidak mensuplai untuk komersil. Batching plant ini ada sebagai salah satu syarat kontrak kawasan wisata tanah Mori,” ungkap Ria.
Menurutnya syarat-syarat dalam kontrak kerjanya itu harus bisa memobilisasi alat, nah salah satunya itu bacthing plant tersebut.
“Selama kita tidak menyuplai material ke rekanan yang lain atau proyek lain itu kita tidak melakukan ijin pak, nah sama kalau kita mobilisasi eksavator, mobil dum truk, jadi gitu pak,” jelasnya.
BACA JUGA: Eksekusi Lahan Di Pante Pede Labuan Bajo Dinilai Janggal
Ia juga menjelaskan terkait material galian C, pihak PT Bunga Raya Lestari (BRL) mengaku hanya membeli dari sebuah perusahaan galian C yang sudah mengantongi ijin.
“Untuk material galian C batu pecah kita tidak ada alat crusher-nya, sehingga kita membeli dari pihak lain dan sekarang kita rekanannya pak Johan dan semua materilnya dari beliau pak.” tambah Ria.
Terkait pengambilan material yang tidak mengantongi ijin atau ilegal PT. BRL mengaku mengambil di salah satu sungai di kampung Nggoer. Ria Restu mengakan pihaknya menerima informasi dari warga lokal bahwa di Kali Nggoer itu ada material pasir sehingga PT BRL mencoba untuk melakukan eksplorasi.
“Pernah kita mencoba mencari material pasir di sana dan kita juga sadar bahwa ijin dari masyarakat saja tidak cukup dan masih ada ijin yang lain yang perlu kita penuhi. Karena masalah itu kita sudah tidak melakukan eksplorasi di sana dan awalnya memang kita mencoba lakukan eksplorasi, tetapi kita sadar bahwa itukan melanggar hukum pak dan kami coba ambil di sana itu sekitar seribu kubik pak,” ujarnya lagi.
Ketika ditanya terkait ijin AMDAL, dan juga dokumen ijin yang dipegang oleh kerja sama operasi (KSO) BRL-Nindy Karya, Ria Restu beralibi semua berkas tersebut sudah diurus oleh ITDC.
“Karena ITDC yang mengurus, proyek inikan penunjukan nggak tender, jadi semua berkas itu diurus ITDC, sehingga jika kita membutuhkan berkas ijin harus minta persetujuan ITDC” ujar Restu.
Dikesempatan serupa, Andreas Kantus Kepala Seksi Minerba Geologi dan Air Tanah Cabdin ESDM di 3 Wilayah Kabupaten Manggarai raya menyarankan, agar pihak PT BRL harus mengurus ijin operasi batching plant tersebut.
Selanjutnya ketika Andre menanyakan terkait kontrak kerja sama antara KSO, BRL-Nindya Karya dengan Baba Johan, Ria Restu justru memberikan jawaban yang membingungkan dengan mengatakan bahwa Kontrak Kerja tersebut adanya di kantor pusat.
Padahal menurut Andre, pihak BRL harus memegang dokumen tersebut, karena jika tidak itu merupakan sebuah pelanggaran.
” Ibu tidak mempunyai hak untuk memegang surat ijin ini tanpa adanya bukti surat kontrak kerja sama dan saat ini juga saya bisa cabut surat ijin karena dinilai sudah disalah gunakan,” tegas Andre.
Terkait Baching plant yang hanya disuplai untuk pengerjaan proyek Kawasan Wisata Tanah Mori saja, itu wajik ada ijin yang diikutsertakan dalam kontrak kerja.
Sebelumnya juga saat PT BRL beroperasi mengambil material ilegal dari Kali Nggoer, mendapat protes dari warga.
Warga bernama Hasan di sekitar lokasi menyebut, pihak manajemen PT BRL mengambil pasir di wilayah Nggoer, untuk produksi Batching Plant atau beton.
“Material pasir yang diambil merupakan material dari tambang ilegal dan digunakan untuk produksi batching plant PT BRT,” sebut Hasan Selasa, (26/7/2022) saat itu.
Hasan menjelaskan akibat dari aktivitas itu akan berdampak buruk bagi masyarakat sekitar. (MKJ***)