INSIDE-FLORES | LABUAN BAJO – Ibu Kota Kabupaten Manggarai Barat, Labuan Bajo yang memiliki eksotisme alam memukau dan reptil purbakala Komodo (Varanus Komodoensis) seolah tak habis dikagumi.

Wilayah di ujung barat Pulau Flores ini menyuguhkan atraksi alam dan budaya yang menjanjikan, hingga masuk dalam kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) oleh pemerintah pusat. KSPN merupakan program nasional yang menjadi prioritas kabinet kerja Presiden Joko Widodo, yang memfokuskan pengembangan sektor pariwisata selain infrastruktur, maritim, energi dan pangan.

Dari 88 lokasi, ditetapkan 10 destinasi prioritas dengan jargon kampanye ‘Menciptakan 10 Bali Baru’. Lima KSPN super prioritas, yakni Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Likupang dan Labuan Bajo.

Berbeda dengan destinasi prioritas lainnya, Labuan Bajo diberikan label khusus yakni ‘Destinasi Wisata Premium’.

Dilansir dari laman Kementerian PUPR RI, dukungan pemerintah untuk meningkatkan sektor pariwisata demi meningkatkan daya saing bangsa, pemerataan pembangunan, mengurangi disparitas antarwilayah serta memacu pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional bagi kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan.

Berbagai pembangunan telah dilakukan yakni penataan kawasan, jalan, penyediaan air baku dan air bersih, pengelolaan sampah, sanitasi, dan perbaikan hunian penduduk melalui sebuah rencana induk pembangunan infrastruktur.

Proyek yang dapat ditemui semisal penataan jalan dalam kota, Puncak Waringin, Pelabuhan Marina Waterfront, Waterfront City Marina Labuan Bajo, obyek wisata Goa Batu Cermin, sistem pengelolaan sampah Warloka, SPAM Wae Mese II, penataan sarpras di Pulau Rinca dan masih banyak lagi.

Aktivis lingkungan, Pater Marsel Agot mengungkapkan, satu keistimewaan Labuan Bajo karena satu-satunya wilayah yang memiliki reptil purba di dunia. Masyarakat patut bersyukur akan itu.

Pembangunan yang cukup masif beberapa waktu terakhir patut disyukuri. Namun demikian, Pater Marsel Agot menjelaskan pemerintah daerah dan masyarakat tidak boleh sekadar menerima dan berpangku tangan.

Pater Marsel Agot menilai, perkembangan industri pariwisata ditunjang infrastruktur yang memadai harus dilihat sebagai berkah bersama dan turut ambil bagian demi peningkatan ekonomi daerah dan masyarakat.

“Labuan Bajo diperhatikan begitu istimewa, semacam dianakemaskan. Terus terang perhatian pusat begitu besar, hanya respon pemerintah daerah dan masyarakat masih rendah. Ada beberapa kawasan yang belum difungsikan dengan baik,” ungkapnya ditemui, Minggu 29 Oktober 2023.

Pater Marsel yang juga tokoh masyarakat ini memandang, aset-aset yang sudah dibangun perlu dimaksimalkan dengan baik untuk mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) Manggarai Barat. Diketahui tahun ini Pemkab Manggarai Barat menargetkan PAD sebesar Rp 300 miliar lebih.

Selain itu pengawasan aset-aset daerah yang menghasilkan PAD perlu ditingkatkan melalui peningkatan kapasitas internal aparatur birokrasi di daerah.

Pariwisata memang memberikan dampak positif bagi masyarakat. Hanya saja menurut Pater Marsel masyarakat masih apatis.

Masyarakat diharapkan tidak hanya terpaku pada pola pertanian lama, tapi dapat meningkatkan ekonomi dengan berinovasi memanfaatkan potensi alam. Hal ini dapat mendukung rantai pasok (supplay chain) sektor pariwisata.

“Ada yang keluhkan ada banyak komoditas pertanian dari luar Manggarai bahkan dari Bima, saya jawab, restoran dan hotel butuh dari kita adalah kualitas, kuantitas, kontinuitas dan konektivitas. Pemerintah juga harus atur semua. Kita juga butuh (komoditas pertanian) dari luar, tapi minimal setengah komoditas dari kita,” jelasnya.

Menurut dia, keterlibatan semua pihak baik pemerintah, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat perlu dilakukan untuk memaksimalkan potensi daerah yang ada.

“Kita perlu belajar banyak dari daerah-daerah lain seperti Bali. Keterlibatan Para tokoh-tokoh agama juga bisa mengimbau masyarakat supaya berpartisipasi dalam mengejar ‘kue pariwisata’ itu,” ungkapnya.

Selanjutnya, Pater Marsel Agot juga tidak menampik adanya dinamika dan pro-kontra masyarakat Proyek Strategis Nasional seperti Geothermal Wae Sano (Manggarai Barat) dan Geothermal Poco Leok (Manggarai).

Menurutnya, semua pihak yang ambil bagian harus menyelesaikan hal tersebut. Pater Marsel Agot mengaku tidak menolak pembangunan, namun pembangunan menurutnya harus melihat aspek ekologis dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Selain meminta pemerintah secara konsisten melakukan sosialisasi demi kesadaran dan pengetahuan masyarakat terkait proyek tersebut, Pater Marsel Agot juga meminta masyarakat untuk objektif menilai dan tidak terprovokasi oleh pihak tertentu untuk yang tidak menyajikan data atau informasi yang objektif.

“Kita butuhkan lingkungan, tapi kita butuhkan hidup, kita butuhkan pembangunan kalau tidak kita kembali ke 100 tahun lalu. Yang kita lakukan adalah meminimalisir kerusakan yang ada, bila perlu kompensasi kalau kita potong satu pohon tanam 1000 pohon. Tidak boleh ada budaya potong tanpa tanam pohon. Bagaimanapun lingkungan kita butuhkan dan pembangunan pun kita butuhkan,” katanya.

“Jangan ada pihak pihak kepentingan yang ikut bermain dengan data data yang kurang valid, sehingga dapat memprovokasi masyarakat yang tidak tahu apa-apa”, tutupnya. (***)